Meskipun peristiwa pembunuhan terlihat seperti sebuah kejutan yang tiba-tiba, pada kebanyakan kasus terjadi semacam "pembangunan psikologis" menuju hal itu, kata Dr. Peter Ash, direktur Psychiatry and Law Service di Universitas Emory di Atlanta, Georgia.
"Terdapat sebuah jalur menuju kekerasan yang dimulai dengan pikiran dan kemudian memfantasikan sebuah rencana," katanya. "Mungkin ada sebuah fase perencanaan eksplisit yang orang lain tidak perhatiakn."
Fantasi membunuh orang bisa berubah menjadi ketegangan, membuat orang itu membuntutui korban dan mendapatkan senjara, kata Ash.
Pembangunan psikologis ini biasanya berlangsung minimal selama beberapa hari, kata Dr. Lyle Rossiter, seorang psikiater forensik di Saint Charles, Illinois. Bagaimanapun, dalam kasus-kasus yang sangat biasa, seseorang dengan gangguan bipolar bisa mengalami pembangunan fase psikologis ini hanya dalam hitungan jam, katanya.
Seseorang yang sudah memutuskan untuk membunuh seseorang lain mungkin bisa mengembangkan "ketenangan yang mengerikan," karena keyakinan yang kuat bahwa sudah terlambat untuk kembali, kata Dr. Charles Raison, seorang psikiater dan direktur Mind/Body Institute di Universitas Emory.
Kecuali perencanaan selama 'the buildup', para ahli menemukan bahwa seorang pelaku sering tidak bisa mengingat hal tertentu dari saat penyerangan. "Anda mungkin berpikir mereka berpikir banyak, tapi terkadang mereka masuk kedalam semacam kondisi terpisah dimana perasaan mereka seperti robek dari perbuatan pembunuhan yang sedang mereka lakukan," kata Ash. "Mereka bahkan mungkin mengalaminya seperti saat tidak sadarkan diri."
Ada faktor-faktor resiko yang jelas pada pembunuhan, kata psikiater. Ini termasuk tumor otak, serangan penyakit, alkohol dan kecanduan obat, dan psikosis yang berakar dari skizofrenia atau gangguan lainnya.
Faktor resiko lain adalah sebuah kondisi yang disebut gangguan delusi atau khayalan yang menyebabkan orang percaya bahwa seseorang melawan mereka, kata Rossiter. Orang dengan depresi psikotik dan skizofrenia juga bisa menyembangkan semacam khayalan, katanya.
Walaupun tidak satupun dari faktor resiko ini merupakan prediktor pasti dari pembunuhan, ada tanda-tanda peringatan yang berhubungan, kata Raison. Jika seseorang menjadi paranoid secara tidak biasa atau mencurigakan, percaya bahwa seseorang ada diluar untuk menangkapnya, atau mengatakan Tuhan memberitahunya untuk membunuh seseorang, ini semua mengindikasikan bahwa orang itu bisa melakukan sesuatu untuk menyakiti orang lain. Mereka mungkin akan berhenti mandi, mengalami guncangan ekstrim, dan bisa berubah drastis dalam sedetik, katanya.
Jika khayalan/delusi dapat berkontribusi pada perilaku kekerasan, bagaimana dengan kenangan masa lalu? Para ahli mengatakan orang yang mengalami gangguan stres traumatik tidak cenderung melakukan kekerasan selama mengalami flashback. Kisaran emosi yang dialami pasien post-traumatic stress disorder (PTSD) terasa selama sebuah flashback -- rasa takut, kegelisahan, ketakutan, perasaan shock -- biasanya tidak mengarah pada tindakan kekerasan, kata Rossiter. Hubungan antara penyakit mental dan pembunuhan merupakan kontroversi, beberapa orang berkata. Kebanyakan orang dengan penyakit mental tidak melakukan kekerasan pada orang,kata Dr. Roland Segal, seorang psikiater forensik di Pheonix, Arizona.
Pengalaman hidup bisa juga berkontribusi. Ketika para profesional kesehatan mental menguji pelaku-pelaku kejahatan kekerasan, mereka melihat pada keterkaitan peristiwa-peristiwa yang kuat dan sifat pribadi, katanya. Misalnya, orang itu pernah menyaksikan kekerasan atau penganiyaan, kata Segal.
Studi menunjukkan bahwa cidera otak meningkatkan resiko kejahatan dan perilaku agresif. Benturan atau keabnormalan dalam cuping depan -- bagian otak yang mengatur gerakan, rintangan, emosi dan perilaku umum -- memiliki hubungan dengan perilaku kekerasan.
Tanda-tanda peringatan lain termasuk perasaan putus asa, malu dan terjepit, kata Raison. Orang dengan perasaan-perasaan ini mungkin merencanakan membunuh seseorang atau dirinya sendiri, yang meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan mengikuti jalur kekerasan.
Ketika orang yang bukan psikotik melakukan pembunuhan, beberapa menghilangkan rasa kemanusiaan atau membutakan diri mereka sendiri saat membunuh, kata Ash.
"Adalah kasar ketika Anda bicara pada orang yang telah melakukan hal seperti ini, bagaimana perasaan mereka dan apa yang ada di dalam kepala mereka memikirkan orang lain sebagai manusia seutuhnya," katanya.
Jika tanda-tanda peringatan itu kuat, orang itu harus dibawa ke UGD, kata Raison. Kebanyakan UGD memiliki kapasitas untuk menentukan apakah seseorang berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain. Di California, masyarakat bisa memanggil polisi untuk mengevaluasi seseorang, dan kemudian merumahsakitkannya jika perlu.
"Anda tidak bisa menahan seseorang selamanya, tapi inilah yang terbaik yang bisa masyarakat lakukan dalam hal ini," Raison berkata.
48 hingga 72 jam perawatan psikosis mampu menurunkan resiko kekerasan, katanya.
Mengapa beberapa orang membunuh dan yang lain tidak masih menjadi misteri, para ahli berkata.
"Tidak mungkin mengatakan bahwa kalau Anda memiliki A dan menambahkan B, dan kemudian C, samadengan kekerasan," kata Segal.
Karakter "Damien" dalam film The Omen |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentar