Seni daun adalah medium yang terbilang baru. Seni dari Cina ini menyimbolkan kebutuhan universal akan seniman-seniman untuk mencari medium-medium baru untuk meninggalkan jejak bakat mereka dalam sejarah. Alam telah menjadi sumber inspirasi artistik tak berbatas sejak jaman dulu, namun sedikit representasi yang rumit dan indah sekaligus rentan seperti seni pahat daun.
Pikirkan betapa lama umat manusia telah masuk kedalam ekspresi artistik dan betapa lebih lama lagi dari itu pohon telah menjadi sebuah bagian integral dari pengalaman dan pemandangan manusia. Agak aneh ketika tidak ada yang pernah memikirkan hal ini sebelumnya, tapi siapalah yang akan meragukan sumber unik artistik?
Pohon Cina, yang juga ada di India dan Pakistan adalah yang paling sering digunakan. Urat-urat daunnya mirip daun maple dan cocok untuk pahatan. Meski genre seni ini masih baru, tapi bagi orang Cina seni ini cocok dengan budaya seni eksklusif manapun.
"Ini mirip seni memotong kertas Cina, dimana orang memotong rancangan kertas atau materi tumbuhan lain, dan karena rancangan-rancangan ini serupa, aku membayangkan mereka menggunakan tradisi yang sama. Ada sebuah tradisi dimana orang-orang menggunakan hal-hal apapun di tangan untuk membuat karya seni yang diinginkan," ujar Rob Sidner, direktur Mingei International Museum di San Diego, yang berspesialisasi dalam seni rakyat.
Rekaman paling modern pahatan daun bertanggal tahun 1994 ketika seorang seniman bernama Huang Tai Shang mengklaim telah menciptakan bentuk seni ini dan masuk kedalam Guiness Book of World Records.
Apapun asal-usulnya, ini adalah bentuk seni yang hebat dari segi bakat maupun presisinya, dan membutuhkan peralatan khusus untuk menghilangkan permukaan daun tanpa merusak urat-uratnya, yang semakin meningkatkan detil pahatannya. Prosesnya membutuhkan daun-daun khusus, yang diambil pada saat musim semi, tidak rusak dan tanpa gigitan serangga. Daun-daun itu kemudian dikeringkan selama minimal 10 bulan tanpa terkena cahaya mahatari, dan kemudian direbus beberapa jam untuk membunuh kuman-kumannya.
Sang seniman memulai prosesnya dengan menyukur dan hampir menguliti si daun hingga setengah menggunakan pisau. Lalu daun itu di buang lapisan terluarnya, maka permkaan yang nyaris transparan pun muncul. Setelah gambar dibentuk, daun-daun itu dikeringkan dengan hati-hati menggunakan penguapan sehingga 60 persen karya pahat daun ini berakhir gagal/rusak.
Karya seni ini dijual antara Rp846ribu hingga Rp1,9juta tergantung kerumitan desainnya. Namun karena kebanyakan desainnya pesanan khusus untuk pajangan pribadi, tampaknya karya seni ini belum bisa muncul di pagelaran-pagelaran seni besar.
Pikirkan betapa lama umat manusia telah masuk kedalam ekspresi artistik dan betapa lebih lama lagi dari itu pohon telah menjadi sebuah bagian integral dari pengalaman dan pemandangan manusia. Agak aneh ketika tidak ada yang pernah memikirkan hal ini sebelumnya, tapi siapalah yang akan meragukan sumber unik artistik?
Pohon Cina, yang juga ada di India dan Pakistan adalah yang paling sering digunakan. Urat-urat daunnya mirip daun maple dan cocok untuk pahatan. Meski genre seni ini masih baru, tapi bagi orang Cina seni ini cocok dengan budaya seni eksklusif manapun.
"Ini mirip seni memotong kertas Cina, dimana orang memotong rancangan kertas atau materi tumbuhan lain, dan karena rancangan-rancangan ini serupa, aku membayangkan mereka menggunakan tradisi yang sama. Ada sebuah tradisi dimana orang-orang menggunakan hal-hal apapun di tangan untuk membuat karya seni yang diinginkan," ujar Rob Sidner, direktur Mingei International Museum di San Diego, yang berspesialisasi dalam seni rakyat.
Rekaman paling modern pahatan daun bertanggal tahun 1994 ketika seorang seniman bernama Huang Tai Shang mengklaim telah menciptakan bentuk seni ini dan masuk kedalam Guiness Book of World Records.
Apapun asal-usulnya, ini adalah bentuk seni yang hebat dari segi bakat maupun presisinya, dan membutuhkan peralatan khusus untuk menghilangkan permukaan daun tanpa merusak urat-uratnya, yang semakin meningkatkan detil pahatannya. Prosesnya membutuhkan daun-daun khusus, yang diambil pada saat musim semi, tidak rusak dan tanpa gigitan serangga. Daun-daun itu kemudian dikeringkan selama minimal 10 bulan tanpa terkena cahaya mahatari, dan kemudian direbus beberapa jam untuk membunuh kuman-kumannya.
Sang seniman memulai prosesnya dengan menyukur dan hampir menguliti si daun hingga setengah menggunakan pisau. Lalu daun itu di buang lapisan terluarnya, maka permkaan yang nyaris transparan pun muncul. Setelah gambar dibentuk, daun-daun itu dikeringkan dengan hati-hati menggunakan penguapan sehingga 60 persen karya pahat daun ini berakhir gagal/rusak.
Karya seni ini dijual antara Rp846ribu hingga Rp1,9juta tergantung kerumitan desainnya. Namun karena kebanyakan desainnya pesanan khusus untuk pajangan pribadi, tampaknya karya seni ini belum bisa muncul di pagelaran-pagelaran seni besar.